Bir Dijual di Kawasan Wisata, Bukan Minimarket
By • Tuesday, 22 September 2015

Para peminum mulai bernapas lega. Harapan kita sederhana saja; bir bisa jadi akan dijual bebas lagi di Jakarta. Namun apa yang diajarkan orang tua memang benar. Jangan dulu menggantung mimpi setinggi langit. Kalau jatuh sakitnya bikin meringis. Begitu pula dengan sesederhananya harapan untuk menemukan bir kembali ke minimarket setelah dikeluarkannya relaksasi Peraturan Direktur Jendral Perdagangan Dalam Negri No. 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A. Sebab ternyata memang minimarket bukanlah tempat yang dirasa pantas untuk menjual bir.

Seperti dilansir Republika Online, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Srie Agustina menegaskan bahwa relaksasi tersebut memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk mengatur penjualan bir di daerah wisata namun tidak di minimarket.

“Biarkan pemerintah daerah yang menentukan lokasi mana yang bisa menjual minuman beralkohol tersebut. Karena pemerintah daerah yang paling paham terhadap masyarakatnya, apakah memerlukan minuman beralkohol atau tidak,” tutur Srie kepada Republika Online.

Ia menambahkan Perdirjen tersebut bukan hanya diperbolehkan di kawasan wisata tapi juga di luar kawasan wisata yang ditetapkan oleh bupati atau walikota. Akan tetapi, lagi-lagi, tetap berdasar pada Permendag No. 6/2015 yakni tidak dijual di minimarket serta tidak berdekatan dengan tempat ibadah dan pendidikan.

Seperti yang ditulis Republika Online, rencana relaksasi tersebut merupakan salah satu dari serangkaian lain yang masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi. Dalam paket tersebut, rencana untuk relaksasi ini masuk ke dalam Daftar Kebijakan Deregulasi September 2015. Relaksasi tersebut direncanakan akan selesai pada bulan yang sama.

Sebenarnya tujuan dari deregulasi tersebut adalah untuk memulihkan dan meningkatkan kegiatan industri serta menghilangkan distorsi industri yang membebani konsumen yakni dengan melepas tambahan beban regulasi bagi industri.

Namun hal ini dirasa nggak adil, terutama bagi para pengusaha ritel. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta, menganggap jika alasannya adalah pengawasan maka pembatasan yang cuma berlaku untuk minimarket jelas tanpa dasar. “Kalau pun di daerah wisata boleh,” ujarnya, “Kenapa minimarket yang masuk daerah wisata juga tetap dilarang?”

LR

Sumber : Republika, detik

Share this :