Beer 101: Educate Yourself & Others
By • Sunday, 10 June 2018

Memberikan edukasi sepertinya merupakan hal yang sangat mendasar dan bersifat fundamental bagi setiap aspek kehidupan. Tidak saja manusia yang bisa memberikan edukasi bagi generasi penerusnya, hewan pun dapat mengedukasi anak-anaknya meski dilakukan secara insting, bukan karena akal sehat. Tujuan utama dari edukasi sudah pasti ke arah yang positif dan mendidik manusia supaya menjadi lebih baik.

Edukasi dapat dilakukan secara formal maupun informal, dan cakupannya juga sangat banyak. Saat Beergembira pertama kali dicetuskan oleh kami bertiga, salah satu misi utama kami adalah memberikan edukasi tentang hal apapun yang berkaitan dengan bir sampai ke subkulturnya dalam bahasa Indonesia. Saat itu, kalau kami iseng-iseng browsing di internet mengenai informasi tentang bir, semua artikel ditulis dalam bahasa Inggris dan jarang ada yang menulis tentang kultur bir lokal (baca: Indonesia). Karena minat dan kecintaan kami terhadap bir serta pentingnya membagikan sebuah informasi, maka dicetuskan lah media Beergembira ini. Tentu, tanpa bermaksud menggurui, di sini tentunya kita akan sama-sama belajar. That’s the point of education, right?

Bicara kultur bir, para pihak yang terlibat di dalamnya terdiri dari produsen bir itu sendiri, distributor, retailer, konsumen, hingga level pemerintahan. Stakeholder inilah yang menjadi pemangku kepentingan dalam siklus ‘per-bir-an’ yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan dari bisnis secara keseluruhan. Satu sisi pincang karena adanya kurangnya informasi atau edukasi, tentu akan berpengaruh ke pilar-pilar lainnya. Contoh kecil, adanya disinformasi mengenai bahaya mengonsumsi minuman oplosan yang mengakibatkan banyaknya korban jiwa, khususnya di daerah pinggiran kota.

Beberapa produsen bir di dunia sepertinya sudah mulai peduli dengan pentingnya edukasi dan kampanye kepada konsumen, karena secara tidak langsung ini akan berpengaruh kepada citra dan penjualan seandainya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat dari penyalahgunaan mengonsumsi bir.

Miller Brewing Company, sebuah perusahaan bir asal Milwaukee, Amerika, yang didirikan pada tahun 1855, mulai menggerakkan kampanye terbarunya sejak 2017 lalu yang berpusat pada Responsibly Refreshing, Sustainably Brewing, dan Collectively Crafted. Turunannya dari tiga poin tersebut mencakup hal-hal krusial seperti bahaya dari mengemudi dalam keadaan mabuk, mencegah dampak penjualan minuman beralkohol pada mereka yang belum berusia dewasa, hingga bagaimana mengolah limbah pabrik yang ramah lingkungan. Untuk lengkapnya, kamu bisa baca kampanye dari MillerCoors di sini

Di Indonesia sendiri, edukasi serta kampanye mengenai bir tetap dijalankan secara masif. Tidak saja oleh Beergembira tentunya (#PenikmatBirBukanKriminal dan #TahuBatasnya), tapi elemen seperti produsen bir serta retailer pun tidak kalah aktif dalam menyuarakan mengenai responsible drinking serta segala hal yang berkaitan dengan bir.

Minuman beralkohol sudah ada sejak lama dan telah menjadi bagian dari kultur masyarakat Indonesia yang sulit dipisahkan. Sayangnya, budaya ini telah disusupi oleh perilaku mengo nsumsi yang tidak bertanggung jawab dan sudah di tahap menganggu ketertiban umum. Sudah sepantasnya memang edukasi tersebut diberikan untuk meminimalisasi korban dan tingkat kejahatan yang mungkin dapat timbul dari penyalahgunaan konsumsi bir atau minuman beralkohol.

Dari sisi ritel, perlindungan dan pengawasan terhadap penjualan bir di bawah usia dewasa juga sudah gencar dilakukan. Tahun 2015 silam, PT Trans Retail Indonesia, selaku pemilik dan pengelola jaringan hypermarket Transmart Carrefour, sudah melakukan kampanye 21+, bekerja sama dengan Gabungan Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI). Kampanye 21+ merupakan sebuah kampanye untuk mengadvokasi dan memberikan pelatihan kepada karyawan ritel tentang penjualan bir yang bertanggung jawab. Ini juga merupakan bentuk sistem perlindungan generasi muda di bawah usia 21 tahun terhadap konsumsi minuman beralkohol, khususnya bir, dengan cara menerapkan rak dan kasir khusus. Jadi jika kamu ingin membeli bir dan tampilanmu dirasa kurang meyakinkan untuk berumur di atas 21 tahun, maka kasir berhak untuk meminta KTP sebelum transaksi dilakukan.

Edukasi yang sifatnya vertikal atau melibatkan unsur pemerintahan juga bisa dilakukan, misalkan dengan mengajak kepolisian untuk bekerja sama dalam mengadvokasi konsumsi minuman beralkohol yang bertanggung jawab dan moderat. Karena kepolisian di sini merupakan rekanan yang tepat untuk menguatkan upaya preventif dan persuasif terkait perilaku konsumsi alkohol yang tidak bertanggung jawab.

Tujuan dari kita menikmati bir adalah sebagai bentuk rekreasi dan selebrasi akan hidup, tentu dengan tidak melupakan tanggung jawabnya sebagai peminum bir yang bijak. Jadi, tidak ada salahnya juga jika kita menegur atau memberi tahu kawan yang sekiranya ‘melenceng’ dari tujuan menikmati bir. Karena itu juga merupakan bentuk dari edukasi bukan? Setuju?

Cheers!

Share this :